![]() |
drg. Annisa Sabhrina (foto: IG @asabhrina) |
Di sebuah sudut Tangerang Selatan, enam tahun lalu, seorang dokter gigi muda sedang berjuang menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya sebagai ibu, pekerja, dan warga di lingkungan yang belum terlalu ia kenal. Di tengah hiruk pikuk kota dan rutinitas yang padat, drg. Annisa Sabhrina menemukan satu panggilan hati yang kelak mengubah hidupnya dan kehidupan banyak ibu lainnya.
“Saat itu informasi tentang menyusui masih sangat minim. Saya baru pindah ke Tangsel, dan tidak punya support system,” kenangnya ketika saya wawancarai. Ya, drg. Annisa yang asal Bekasi ini baru saja pindah ke Tangsel tahun 2011. Dari kesepian dan keresahan itu, lahirlah GarASI Kita (Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan) pada tahun 2012, sebuah komunitas yang kini menjadi tempat bertumbuhnya ribuan ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya.
Titik Balik dari Sebuah Kekosongan
Momen yang memicu gerakan ini bukan datang dari seminar besar atau dukungan lembaga resmi. Justru lahir dari rasa “tidak punya tempat berbagi”. Drg. Annisa, yang kala itu baru menjadi ibu, merasa banyak ibu lain mengalami hal serupa, yakni tidak tahu harus bertanya kepada siapa, tidak tahu apakah perjuangannya dalam menyusui adalah hal yang wajar.
![]() |
GarASI Kita (Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan). Sumber foto: kiriman drg. Annisa Sabhrina |
Gerakan Peduli ASI kemudian hadir sebagai ruang hangat tempat ibu-ibu saling menguatkan, bukan menghakimi. “Bukan hanya kesehatan bayi, tapi juga kesehatan ibu. Lama-lama komunitas ini seperti keluarga sendiri, saling mendukung dan menjadi contoh nyata women support women,” ujar drg. Annisa.
Dari Edukasi Sederhana ke Gerakan Sosial
Ketika Gerakan Peduli ASI dimulai, kesadaran masyarakat tentang pentingnya ASI masih terbatas. Banyak yang percaya pada mitos atau merasa menyusui adalah urusan pribadi. Kini, berkat gempuran edukasi di media sosial dan kampanye berkelanjutan, situasinya sangat berbeda. Menurut drg. Annisa, sekarang edukasi jauh lebih baik. Media sosial membantu kampanye berjalan lebih luas dan cepat.
Namun, perjalanan membangun kesadaran publik tidaklah mudah. Tantangan datang dari segala arah, dari birokrasi hingga waktu pribadi. “Masih ada gap kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat. Tapi saya mencoba merangkul semua elemen itu,” ujarnya mantap.
Ada masa ketika drg. Annisa hampir menyerah. Tanggung jawab sebagai ibu, pekerjaan profesional, dan aktivitas sosial terkadang membuatnya harus memilih antara waktu istirahat dan panggilan misi. “Saya sempat lelah, tapi semangat para ibu untuk belajar dan ingin memberi yang terbaik untuk anaknya membuat saya bertahan,” katanya penuh semangat.
Kisah yang Menyentuh Hati
Salah satu kisah yang paling membekas di benak drg. Annisa adalah tentang seorang ibu yang mengalami baby blues dan hampir mencelakai bayinya.
“Untungnya, ia menemukan kami. Kami bantu dapatkan perlindungan dan pendampingan,” ucap drg. Annisa. Kisah itu menjadi pengingat bahwa gerakan ini bukan sekadar soal ASI, tapi juga tentang kesehatan mental, empati, dan solidaritas antarsesama ibu.
Kini, dukungan untuk ibu menyusui tidak lagi datang hanya dari para ibu, tetapi juga dari support system di sekitarnya, seperti suami, nenek, bahkan asisten rumah tangga. “Perubahan itu terasa sekali. Ada kesadaran kolektif bahwa menyusui adalah perjuangan bersama,” jelas drg. Annisa.
Ketika Apresiasi Menjadi Titik Penguat: Terpilih Sebagai Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards
Tahun 2018 menjadi tonggak penting dalam perjalanan Gerakan Peduli ASI. Drg. Annisa terpilih sebagai Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra di bidang kesehatan. Penghargaan itu diberikan kepada anak muda yang menggerakkan perubahan sosial di lingkungannya.
“Secara pribadi dan profesional, saya sangat terharu. Apresiasi itu seperti validasi bahwa perjuangan kecil kami diakui,” ungkapnya. Drg. Annisa merasa penghargaan tersebut membawa dampak besar. Nama GarASI Kita (Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan) semakin dikenal, jejaring relawan bertambah, dan banyak pihak yang mulai tertarik berkolaborasi. Apalagi komunitas ini aktif share kegiatan mereka di media sosial Instagram @garasikita_community.
“Cukup baik untuk membawa nama organisasi. Kami jadi dipercaya sebagai wadah ibu-ibu yang siap menjadi garda terdepan dalam menyusui si kecil,” tambahnya.
Membangun Generasi dari Setetes ASI: Tumbuh Bersama, Beradaptasi Bersama
Enam tahun setelah penghargaan itu, Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan mengikuti perkembangan para anggotanya. “Anak-anak kami sekarang sudah berusia 1 sampai 15 tahun. Jadi pembahasannya makin beragam, tidak hanya soal bayi, tapi juga remaja, gizi, dan kesehatan mental,” jelas drg. Annisa. Layaknya seorang anak, gerakan ini juga belajar tumbuh dan beradaptasi. “Kalau diibaratkan, Gerakan Peduli ASI kini seumur anak saya, sedang belajar mandiri dan mencari jati diri,” katanya sambil tersenyum.
![]() |
Membangun Generasi dari Setetes ASI. Foto: Komunitas Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan (GarASI Kita) dari IG @garasikita_community |
Visi awal untuk memberikan edukasi menyusui kini meluas menjadi misi pemberdayaan perempuan dan keluarga. Gerakan ini tidak hanya bicara ASI, tapi juga keseimbangan hidup, dukungan emosional, hingga literasi kesehatan bagi masyarakat.
Mimpi yang Lebih Besar
Ketika saya menanyakan impian ideal ke depan, drg. Annisa menjawab tanpa ragu: “Saya ingin Gerakan Peduli ASI punya cabang di banyak daerah, seperti AIMI ASI. Bayangkan jika setiap kota punya komunitas yang bisa jadi rumah bagi para ibu, itu akan jadi kekuatan besar untuk generasi masa depan.”
Ia percaya bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil. “Kuncinya adalah kepekaan. Kalau kita melihat ada hal yang bisa kita bantu dan berdampak bagi lingkungan, jangan tunggu orang lain. Mulailah dari diri sendiri,” pesannya menutup wawancara kami.
Menjalin Gerak, Menumbuhkan Dampak
Kisah drg. Annisa Sabhrina mengingatkan kita bahwa gerakan sosial tidak selalu harus spektakuler. Kadang, ia lahir dari keresahan pribadi yang diolah menjadi kepedulian. Dari seorang ibu yang merasa sendiri, kini tumbuh jaringan ribuan perempuan yang saling menopang.
Inilah esensi dari tema “Satukan Gerak, Terus Berdampak.” Bahwa perubahan bukanlah hasil dari satu langkah besar, melainkan ribuan langkah kecil yang berjalan dalam arah yang sama.
Astra, melalui SATU Indonesia Awards, telah menjadi katalis bagi munculnya banyak sosok muda seperti drg. Annisa yang bekerja dalam senyap, tapi menciptakan gema panjang bagi kehidupan masyarakat.
Gerakan Peduli ASI bukan hanya tentang menyusui, tetapi tentang keberanian perempuan untuk saling menguatkan, tentang empati yang menjelma menjadi aksi, dan tentang harapan bahwa dari satu tetes kebaikan, bisa lahir ombak perubahan yang luas.
Bagi drg. Annisa menyatukan gerak bukan sekadar slogan, melainkan napas perjuangan yang terus berdampak. Karena setiap tetes ASI adalah wujud cinta yang menyatukan gerak ibu, tenaga kesehatan, dan bangsa menuju masa depan yang lebih sehat.