Solusi Optimasi Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi

Solusi yang harus dioptimalkan keluarga di masa transisi   P andemi berdampak pada setiap aspek kehidupan. Dua tahun pandemi melanda, kita d...

Tumbuh kembang anak
Solusi yang harus dioptimalkan keluarga di masa transisi

 
Pandemi berdampak pada setiap aspek kehidupan. Dua tahun pandemi melanda, kita dibatasi dengan jarak baik fisik maupun sosial. Tak bisa beraktivitas di luar rumah seperti biasanya. Otomatis kita pun harus beradaptasi menerima kenyataan yang terjadi. Bekerja dari rumah, begitu juga dengan anak-anak harus belajar dari rumah. Ya, kita harus beradaptasi dengan kebiasaan baru yang tentu saja mempengaruhi emosional, mental, dan perkembangan anak. Anak-anak yang biasa bermain dan berinteraksi dengan teman-temannya mendadak seperti dihukum yang tak boleh kemana-mana dan harus di rumah saja. 

Ini dirasakan banget oleh ponakan saya. Saat pertama kali kegiatan sekolah ditiadakan ponakan saya baru enam bulan duduk di bangku Sekolah Dasar. Bisa dibilang hari-harinya penuh drama karena sedih, marah, semuanya campur aduk. Lagi semangat-semangatnya sekolah dengan pelajaran baru dan bertemu teman baru kemudian dihentikan. Setiap hari pertanyaannya kapan bisa sekolah dan kapan bisa main. Saya benar-benar terharu dengan kondisi mental dan emosionalnya. 

Sekarang kita memasuki masa pasca pandemi atau masa transisi. Di satu sisi senang karena perlahan-lahan kita kembali ke kehidupan normal seperti dua tahun yang lalu, tapi ini juga membutuhkan adaptasi lagi. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun harus beradaptasi lagi dengan masa transisi. Tak seperti yang saya bayangkan para ponakan bakal senang karena bisa sekolah dan bermain lagi. Justru mereka malas sekolah dan pengennya di rumah saja. Alasannya nggak mau bertemu teman dan gurunya karena malu dan nggak mau ketemu orang. Kami para orangtuanya jadi bingung, tapi disinilah pentingnya peran keluarga untuk saling menguatkan agar anak-anak kembali percaya diri untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Menyambut Hari Keluarga Nasional (HARGANAS) yang diperingati setiap tanggal 29 Juni, Danone Indonesia mengadakan webinar #BicaraGizi dengan tema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan menghadirkan pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr.dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, dan Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri

Arif Mujahidin

Dalam sambutannya Corporate Communications Director Danone Indonesia Arif Mujahidin memaparkan bahwa tumbuh kembang anak usia dini menjadi tantangan tersendiri bagi orangtua, dan perkembangan sosial emosionalnya menjadi faktor penting. Dua tahun terakhir di masa pandemi anak lebih sering bersama keluarganya di rumah. Di masa transisi ini pasti banyak yang berubah. Anak usia dini sangat rentan sosial emosionalnya karena selama ini sangat bergantung kepada dewasa untuk memenuhi kebutuhannya. Anak membutuhkan pengasuhan yang supportif. Untuk itu Danone Indonesia senantiasa berusaha sebagai perusahaan yang  family friendly, banyak program yang difasilitasi agar orangtua dan anak bisa optimal seperti memberikan cuti melahirkan 6 bulan bagi para ibu dan 10 hari bagi ayah. Danone Indonesia juga aktif memberikan edukasi seputar kesehatan dan nutrisi untuk publik seperti webinar Bicara Gizi.  Kolaborasi orangtua sangat diperlukan untuk aspek tumbuh kembang anak, terutama aspek sosial emosionalnya.

Keluarga adalah tempat utama dan pertama bagi tumbuh kembang dan pendidikan anak. Saat berkeluarga para orangtua harus tau apa peran masing-masing, baik sebagai suami dan ayah juga sebagai istri dan ibu. Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak dr. Irma Ardiana menjelaskan pola asuh anak harus disesuaikan dengan zamannya. Gaya pengasuhan mempengaruhi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak. Kolaborasi antar ibu dan ayah memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan.

Optimasi tumbuh kembang anak
dr. Irma Ardiana

Mengenai pola asuh, survei BKBN menyatakan bahwa selama pandemi Covid-19 71,5% pasangan suami istri telah melakukan pola asuh kolaboratif, 21,7% mengatakan istri dominan, dan 5% hanya istri saja. Sedangkan menurut data UNICEF menyebutkan bahwa selama pandemi orangtua mengalami tingkat stress dan depresi yang lebih tinggi dan beberapa memberikan penilaian bahwa pengasuhan anak di rumah saja memiliki risiko tersendiri. Kondisi ini tentu saja dapat menghambat kemampuan orangtua untuk mengatasi emosi dan kebutuhan psikologis anak. 

Menurut Dr. dr. Bernie Endyarni Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak, perkembangan emosi dan sosial berkaitan erat dengan kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat. Ketiganya saling berkait dan berpengaruh nyata terhadap tumbuh kembang anak agar anak tumbuh menjadi anak yang hebat. Perkembangan anak bukan berdasarkan satu faktor saja tapi beberepa faktor diantaranya faktor genetik, nutrisi, dan lingkungan. Faktor lingkungan sendiri berupa pola asuh, simulasi, dan proteksi. Bagaimana dengan perkembangan sosial emosional? Perkembangan sosial emosional sudah ada sejak anak dilahirkan. Seiring bertambahnya usia anak akan sering berinteraksi dengan ibu dan ayahnya. Ia akan mulai mengenal bagaimana suara ibu dan suara ayah, juga mengenal bagaimana bau ibu dan ayah.


Optimasi tumbuh kembang anak
Dr.dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A(K), MPH

Menstimulasi dan mengoptimalkan dengan mengadopsi pengasuhan kolaboratif, ini yang dilakukan Cici Desri Founder Joyful Parenting 101. Kunci utama ketersediaan dan keterikatan membangun hubungan positif. Jadi berbagi peran untuk si kecil, anak bisa berekspresi dan bereksplorasi. Khususnya masa transisi seperti saat ini jadi tantangan untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar. Proses adaptasinya juga tidak mudah, ketemu orang baru anak bisa frustasi, minder, dan takut. 

Cici Desri Founder Joyful Parenting 101

Solusinya menurut Cici, kita sebagai orangtua berusaha mendorong si kecil untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya secara verbal. Selain itu orangtua juga memeberikan kebebasan dengan batasan, kebebasan berpendapat, juga mengekspresikan perasaan. Selain stimulasi perlu juga rasa cinta dan mendapat nutrisi yang tepat. Kalau ingin menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian harus dari peran aktif ayah. Cici menambahkan, bahwa bahasa kasih atau bahasa cinta kepada anak bisa kita berikan lewat sentuhan, pelukan, pujian, hadiah dan hanya kita sebagai orang tua yang tau. Yang terpenting jangan abaikan komunikasi karena komunikasi adalah kunci.



You Might Also Like

0 comments

Canva Magic Write