Saturday, July 30, 2016
Cerita Mudik Lintas Sumatera
Saturday, July 30, 2016M udik, di daerah saya sering disebut pulkam alias pulang kampung. Mudik menjadi tradisi bagi orang-orang yang merantau di luar kota...
Mudik, di daerah saya sering disebut pulkam alias pulang kampung. Mudik menjadi tradisi bagi orang-orang yang merantau di luar kota dan masih memiliki kampung halaman atau kota kelahiran untuk berkunjung kembali.
menyantap ketupat di rumah mertua |
tiket bus executive |
penampakan bus ALS executive, tertulis no smooking ya 😊 |
Menuju Sumatera, tentu saja harus menyebrangi lautan, karena sudah berbeda pulau. Kami harus naik kapal Ferry menuju pelabuhan Bakauheni, Lampung. Jujur saja saya deg-degan, karena naik kapal juga yang pertama kalinya bagi saya. Tapi agak tenang sih, karena teman-teman yang pernah menyeberang ke Lampung mengatakan waktu yang ditempuh sekitar satu setengah jam saja. Tapiiii....karena suasana masih lebaran, kapal yang saya tumpangi tiba di Lampung setelah tiga jam perjalanan, karena harus ngantri untuk masuk pelabuhan. Duhh, selama di atas kapal saya cuma duduk dan pegangan di tiang, nggak berani keman-mana, padahal suami ngajak keliling kapal. Hihi saking takutnya.
di atas kapal Ferry |
Tiba di pelabuhan Bakauheni lega rasanya, nggak deg-degan lagi. Tapi setidaknya ini jadi pengalaman pertama siapa tau suatu saat saya harus melewati jalur seperti ini lagi. Setelah Lampung, bus terus melaju menuju Palembang, Jambi, Padang, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Parapat, Siantar dan Medan. Kebayangkan rute yang harus dilintasi. Sayangnya nggak banyak yang bisa di dokumentasikan, terutama kota-kota dengan pemandangan yang bagus, karena saat melintasi kota-kota ini waktunya di malam hari. Apalagi ini bukan kendaraan pribadi, nggak bisa berhenti sesuai keinginan.
melewati tebing yang longsor |
hamparan sawah, pohon dan bukit |
Sepanjang jalan saya banyak melihat suasana aktivitas masyarakat setempat. Melihat bermacam model kendaraan untuk angkutan umum, juga berbagai jenis kuliner yang nggak bisa dicoba satu persatu, lagi lagi karena saya tidak menggunakan kendaraan pribadi. Malah selama bus berhenti di rumah makan yang biasa tempat pemberhentian bus, saya nggak bisa menikmati makannya, karena tempat makan yang kurang terjaga kebersihannya dan menu nya yang bikin lambung nggak bakalan kuat. Baru bisa menikmati makanan yang benar-benar enak justru saat berhenti di kota Pematang Siantar, lahap deh makannya. Jadi bisa dibayangkan kayak apa rasanya perut, tiga hari perjalanan baru bisa masuk nasi justru di hari ketiga. Selama di jalan saya lebih banyak makan apel saja, dan apel ini juga sangat membantu mengurangi asam lambung yang mulai kambuh.
kota Mandailing |
Mudik tahun ini benar-benar berkesan bagi saya dan suami. Seru, lucu, haru, semua jadi satu. Yang bikin terharu kalau lagi nahan bab haha.. fasilitas toilet nya cuma buat air kecil doang, dan kalau bisa pilih waktu yang tepat untuk masuk toilet (hihi ada trik nya), kalau nggak pas yang ada lagi di toilet bisa jatuh bangun, soalnya jalannya kan berkelok-kelok. Belum lagi ada penumpang yang sempat tertinggal karena kelamaan di toilet rumah makan, ini lebih seru lagi wkwk. Kalau diingat-ingat lagi setiap momen selama perjalanan jadi lucu juga, saya dan suami suka ketawa mengenang momen saat naik bus menuju Sumatera, yang saat ini jadi cerita yang nggak ada habisnya dibahas bersama.
Tiba di Medan, hilang sudah rasa lelah, terbayarkan oleh senyum ceria orang tua dan adik serta ponakan yang sudah menunggu di pool bus ALS Medan. Bahagianya nggak terkira, karena sudah setahun tak berjumpa. Semoga rezeki saya dan suami selalu diberi kelancaran agar bisa tetap mudik ke kampung halaman.
ceria bersama keluarga |