travelling
Bali Sea Safari Cruise
Wednesday, December 23, 2015jepretan Ono Sembunglango |
before boarding |
We Are The Pirate |
Acara dimulai jam 18.00 sebenarnya tapi kami harus check in jam 17.00. Pada saat check in layaknya hotel kita disambut dengan welcome drink jus segar . Kemudian kita dibagikan slayer juga boarding pass. Sambil menunggu kapal boarding saya manfaatkan untuk jalan-jalan mengitari kapal dan masuk ke dalam anjungan kapal. Kapal ini bukan seperti cruise-cruise luar yang mewah tapi ini Phinisi Cruise seperti kita ketahui Phinisi sendiri adalah kapal tradisional Indonesia bagian dari kerajinan suku Bugis di Sulawesi Selatan yang dikenal sebagai pelaut dan pedagang nusantara dimana kapal ini digunakan untuk berlayar pada zaman dahulu. Saat memasuki anjungan kapal saya bertemu dengan pak kapten dan saya lupa namanya. Seperti biasa saya tidak mau melewatkan kesempatan untuk foto-foto dan tentu saja pinjam topi sang kapten. Syukurnya ini kapten baik dan nggak susah diajak komunikasi.
jepretan Ono Sembunglango |
bersama dophi (teman yang mengundang saya dan suami) |
sunset, jepretan Ono Sembunglango |
sate udang |
Setelah dinner selesai acara dilanjutkan dengan belly dance dan atraksi fire dance. Tentu saja ini menarik perhatian peserta malam itu. Penari perut dan api. Bahkan beberapa peserta mengikuti tarian belly dance. Acara menjadi tambah seru saat crew kapal membuat games memasukkan paku yang diikat tali kedalam mulut botol dan yang berhasil menyelesaikan games akan mendapatkan hadiah dari crew Sea Safari Cruise. Tampak peserta begitu antusias berusaha memasukkan paku. Malam itu penuh dengan canda dan tawa.
g a m e s |
jepretan Ono Sembunglango |
jepretan Ono Sembunglango |
bersama para penari "belly dance" jepretan Ono Sembunglango |
phinisi cruise jepretan Ono Sembunglango |
Ollie's Journal
|
Mba Ollie berkisah bahwa buku ini adalah buku yang sangat personal
baginya karena buku ini mengisahkan tentang kehidupannya sendiri dalam
mencari makna cinta dalam perjalanan yang dilakukannya di 11 kota di 11
negara, seperti Ubud, New York, Alexandria, dan lain-lain. Dari 11 orang
yang ditemuinya di perjalanan-perjalanan itu, Mba Ollie belajar tentang
makna cinta dari berbagai macam perspektif manusia.
Hari ini, saya bahagia bisa membaca bagian pertama dari buku tersebut. Buku ini buat saya sangat menarik. Dengan konsep travelogue, buku ini ditulis dengan gaya bercerita yang mampu mengajak pembaca seperti membaca curhatan dari sang penulis, Mba Ollie. Saya pun merasa sedang dicurhati olehnya. Dalam buku ini, traveling diungkapkan dengan gaya lain. Bukan hanya spot-spot wisata dan pengalaman penulis selama melakukan perjalanan saja yang dituliskan. Melainkan, penulis juga mengisahkan makna kehidupan yang dia dapatkan dari sebuah perjalanan. Dan tentunya makna cinta dan kebahagiaan yang lain pun dia temukan dalam setiap perjalannya.
Mba Ollie menuliskan bahwa perjalanan-perjalanan yang dilakukannya mampu menyembuhkannya dari masa lalu dan luka yang masih membekas sebelumnya. Tapi, kalau boleh menambahkan, menuliskannya pun tak berarti mengingatkan akan luka lama. Menuliskannya pun menyembuhkan. Karena ketika kita menuliskannya, kita mampu menyadari bahwa ada hal baik lain yang kita dapat. Dan karena memang menulis itu pun menyembuhkan.
Mba Ollie berkisah bahwa buku ini adalah buku yang sangat personal
baginya karena buku ini mengisahkan tentang kehidupannya sendiri dalam
mencari makna cinta dalam perjalanan yang dilakukannya di 11 kota di 11
negara, seperti Ubud, New York, Alexandria, dan lain-lain. Dari 11 orang
yang ditemuinya di perjalanan-perjalanan itu, Mba Ollie belajar tentang
makna cinta dari berbagai macam perspektif manusia.
Hari ini, saya bahagia bisa membaca bagian pertama dari buku tersebut. Buku ini buat saya sangat menarik. Dengan konsep travelogue, buku ini ditulis dengan gaya bercerita yang mampu mengajak pembaca seperti membaca curhatan dari sang penulis, Mba Ollie. Saya pun merasa sedang dicurhati olehnya. Dalam buku ini, traveling diungkapkan dengan gaya lain. Bukan hanya spot-spot wisata dan pengalaman penulis selama melakukan perjalanan saja yang dituliskan. Melainkan, penulis juga mengisahkan makna kehidupan yang dia dapatkan dari sebuah perjalanan. Dan tentunya makna cinta dan kebahagiaan yang lain pun dia temukan dalam setiap perjalannya.
Mba Ollie menuliskan bahwa perjalanan-perjalanan yang dilakukannya mampu menyembuhkannya dari masa lalu dan luka yang masih membekas sebelumnya. Tapi, kalau boleh menambahkan, menuliskannya pun tak berarti mengingatkan akan luka lama. Menuliskannya pun menyembuhkan. Karena ketika kita menuliskannya, kita mampu menyadari bahwa ada hal baik lain yang kita dapat. Dan karena memang menulis itu pun menyembuhkan.
4 comments
Bikin ngiriii... keren banget mbak. Jadi pengen, tapi kayanya berat diongkos. hihi
ReplyDeleteEnggak terlalu mahal kok mbak Anis ntr kalo mau kesana japri aku aja mbak
Deletewah asyiik banget tuh jadi mupeng euy
ReplyDeleteIya mbaak...saya juga pengen lagi hehe
Delete