Gerakan Peduli ASI: Menyatukan Gerak Ibu, Membangun Generasi dari Setetes ASI

by - October 08, 2025

Satukan Gerak
Dokumentasi drg. Annisa Sabhrina 

Di sebuah sudut Tangerang Selatan, lebih dari enam tahun lalu, seorang dokter gigi muda sedang berjuang menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya sebagai ibu, pekerja, dan warga di lingkungan yang belum terlalu ia kenal. Di tengah hiruk pikuk kota dan rutinitas yang padat, drg. Annisa Sabhrina menemukan satu panggilan hati yang kelak mengubah hidupnya dan kehidupan banyak ibu lainnya.

Saat itu informasi tentang menyusui masih sangat minim. Saya baru pindah ke Tangsel dan tidak punya support system,” kenangnya ketika saya wawancarai. Ya, drg. Annisa yang asal Bekasi ini baru saja pindah ke Tangerang Selatan tahun 2011. Dari kesepian dan keresahan itu, lahirlah GarASI Kita (Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan) pada tahun 2012, sebuah komunitas yang kini menjadi tempat bertumbuhnya ribuan ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya.



Titik Balik dari Sebuah Kekosongan

Momen yang memicu gerakan ini bukan datang dari seminar besar atau dukungan lembaga resmi. Justru lahir dari rasa “tidak punya tempat berbagi”. drg. Annisa, yang kala itu baru menjadi ibu, merasa banyak ibu lain mengalami hal serupa: tidak tahu harus bertanya kepada siapa, dan tidak tahu apakah perjuangannya dalam menyusui adalah hal yang wajar.


Gerakan Peduli ASI
Dokumentasi pribadi drg. Annisa Sabhrina, saat kegiatan sosial GarASI Kita (Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan)

Gerakan Peduli ASI kemudian hadir sebagai ruang hangat tempat para ibu saling menguatkan, bukan menghakimi. “Bukan hanya tentang kesehatan bayi, tapi juga kesehatan ibu. Lama-lama komunitas ini seperti keluarga sendiri, saling mendukung dan menjadi contoh nyata women support women,” ujar drg. Annisa.



Dari Edukasi Sederhana ke Gerakan Sosial

Ketika Gerakan Peduli ASI dimulai, kesadaran masyarakat tentang pentingnya ASI masih terbatas. Banyak yang percaya pada mitos atau merasa menyusui adalah urusan pribadi. Kini, berkat edukasi berkelanjutan dan kampanye di media sosial, situasinya jauh lebih baik. 


Menurut drg. Annisa, media sosial membuat kampanye mereka menjangkau lebih luas dan cepat. Namun, perjalanan membangun kesadaran publik tidaklah mudah. Tantangan datang dari segala arah, mulai dari birokrasi hingga keterbatasan waktu pribadi. “Masih ada gap kolaborasi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat. Tapi saya mencoba merangkul semua elemen itu,” ujarnya mantap.


Ada masa ketika drg. Annisa hampir menyerah menghadapi kelelahan fisik dan mental. Tanggung jawab sebagai ibu, pekerjaan profesional, dan aktivitas sosial terkadang membuatnya harus memilih antara waktu istirahat dan panggilan misi. “Saya sempat lelah, tapi semangat para ibu untuk belajar dan ingin memberi yang terbaik untuk anaknya membuat saya bertahan,” katanya penuh semangat.



Kisah yang Menyentuh Hati

Salah satu kisah yang paling membekas di benak drg. Annisa adalah tentang seorang ibu yang mengalami baby blues dan hampir mencelakai bayinya.

“Untungnya, ia menemukan kami. Kami bantu dapatkan perlindungan dan pendampingan,” ucap drg. Annisa. Kisah itu menjadi pengingat bahwa gerakan ini bukan sekadar soal ASI, tapi juga tentang kesehatan mental, empati, dan solidaritas antaribu.


Kini, dukungan untuk ibu menyusui tidak lagi datang hanya dari para ibu, tetapi juga dari support system di sekitarnya, seperti suami, nenek, bahkan asisten rumah tangga. “Perubahan itu kini terasa nyata. Ada kesadaran kolektif bahwa menyusui adalah perjuangan bersama,” jelas drg. Annisa.



Ketika Apresiasi Menjadi Titik Penguat: Terpilih Sebagai Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards 

Tahun 2018 menjadi tonggak penting dalam perjalanan Gerakan Peduli ASI. drg. Annisa terpilih sebagai penerima apresiasi SATU Indonesia Awards dari Astra di bidang kesehatan. Penghargaan itu diberikan kepada anak muda yang menggerakkan perubahan sosial di lingkungannya.


Secara pribadi dan profesional, saya sangat terharu. Apresiasi itu seperti validasi bahwa perjuangan kecil kami diakui,” ungkapnya. drg. Annisa merasa penghargaan tersebut membawa dampak besar. Nama GarASI Kita (Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan) semakin dikenal, jejaring relawan bertambah, dan banyak pihak yang mulai tertarik berkolaborasi. 


Apalagi komunitas ini aktif membagikan kegiatan mereka di media sosial Instagram @garasikita_community“Cukup baik untuk membawa nama komunitas. Kami jadi dipercaya sebagai wadah ibu-ibu yang siap menjadi garda terdepan dalam menyusui si kecil,” tambahnya.



Membangun Generasi dari Setetes ASI: Tumbuh Bersama, Beradaptasi Bersama

Enam tahun lebih setelah penghargaan itu, Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan mengikuti perkembangan para anggotanya. “Anak-anak kami sekarang sudah berusia 1 sampai 15 tahun. Jadi pembahasannya makin beragam, tidak hanya soal bayi, tapi juga remaja, gizi, dan kesehatan mental,” jelas drg. Annisa. 


Layaknya seorang anak, gerakan ini juga belajar tumbuh dan beradaptasi. “Kalau diibaratkan, Gerakan Peduli ASI kini seumur anak saya, sedang belajar mandiri dan mencari jati diri,” katanya sambil tersenyum.


Gerakan Peduli ASI
drg. Annisa Sabhrina, penerima SATU Indonesia Awards Astra 2018 bersama komunitas Gerakan Peduli ASI Tangerang Selatan (dokumentasi drg. Annisa Sabhrina)

Visi awal untuk memberikan edukasi menyusui kini meluas menjadi misi pemberdayaan perempuan dan keluarga. Gerakan ini tidak hanya bicara ASI, tapi juga keseimbangan hidup, dukungan emosional, hingga literasi kesehatan bagi masyarakat.



Mimpi yang Lebih Besar

Ketika saya menanyakan impian ideal ke depan, drg. Annisa menjawab tanpa ragu, “Saya ingin Gerakan Peduli ASI punya cabang di banyak daerah, seperti AIMI ASI. Bayangkan jika setiap kota punya komunitas yang bisa jadi rumah bagi para ibu. Itu akan jadi kekuatan besar untuk generasi masa depan.”


Ia percaya bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil. “Kuncinya adalah kepekaan. Kalau kita melihat ada hal yang bisa kita bantu dan berdampak bagi lingkungan, jangan tunggu orang lain. Mulailah dari diri sendiri,” pesannya menutup wawancara kami.



Menjalin Gerak, Menumbuhkan Dampak

Kisah drg. Annisa Sabhrina mengingatkan kita bahwa gerakan sosial tidak selalu harus spektakuler. Kadang, ia lahir dari keresahan pribadi yang diolah menjadi kepedulian. Dari seorang ibu yang merasa sendiri, kini tumbuh jaringan ribuan perempuan yang saling menopang.


Inilah esensi dari tema “Satukan Gerak, Terus Berdampak.” Bahwa perubahan bukanlah hasil dari satu langkah besar, melainkan ribuan langkah kecil yang berjalan dalam arah yang sama.


Astra, melalui SATU Indonesia Awards, telah menjadi katalis bagi munculnya banyak sosok muda seperti drg. Annisa yang bekerja dalam senyap, namun menciptakan gema panjang bagi kehidupan masyarakat.


Gerakan Peduli ASI bukan hanya tentang menyusui, tetapi tentang keberanian perempuan untuk saling menguatkan, tentang empati yang menjelma menjadi aksi, dan tentang harapan bahwa dari satu tetes kebaikan, bisa lahir ombak perubahan yang luas.


Bagi drg. Annisa menyatukan gerak bukan sekadar slogan, melainkan napas perjuangan yang terus berdampak. Karena setiap tetes ASI adalah wujud cinta yang menyatukan gerak ibu, tenaga kesehatan, dan bangsa menuju masa depan yang lebih sehat.







You May Also Like

14 Comments

  1. Keren sekali ya dokter anisa ini, bisa menyatukan gerakan asi padahal di kota besar.. fasilitas ibu menyusui di kota besar pun susah... padahal ibu2 itu juga butuh support. Keren banget gerakannya mulai berkembang dan bertambah usianya bayi... sukses selalu dokter dan para mommy

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kadang kita suka resah kurangnya support system tuh adanya di desa atau kota kecil ya..ternyata kota besar juga

      Delete
  2. Support untuk komunitas baik ini. Salut untuk para perempuan yang peduli dengan perempuan lain terutama para ibu. Saya senang makin banyak komunitas baik yang tidak sekadar tempat berkumpul tetapi juga sebagai sarana saling diskusi dan edukasi. Setidaknya meluruskan berbagai informasi seputar ASI yang selama ini berkembang di masyarakat kita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes, setuju banget. Semoga semakin banyak komunitas yang saling support dan terus mengedukasi sesama

      Delete
  3. Terima kasih untuk cerita yang sangat menyentuh ini. Dari dokter Anisa saya belajar bahwa untuk bisa berbagi dan berdampak bagi orang lain tidak harus menunggu moment yang tepat dan juga merasa 'siap'. Mulai dari hal kecil dan juga konsisten.

    ReplyDelete
  4. Sangaaatt sangat mendukung tokoh-tokoh seperti ini! Keren lohhh, perempuan saling peduli dengan perempuan yang lain. Saya sangaat happy sekali tiap ada gerakan ini!
    Keren keren, semangat dan semoga makin berkembang!

    ReplyDelete
  5. Hebat, meski latar belakangnya dokter gigi, drg. Annisa tetap concern dengan Meng-ASI-hi dan mendorong ibu-ibu lain memberikannya juga pada anak-anak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apapun profesinya semoga setiap orang tetap saling support ya

      Delete
  6. Memberi ASI buat ini kelihatan sepele padahal penuh perjuangan ya, mbak. Bukan cuma bagaimana agar asi ibu bisa lancar tapi juga kadang tekanan dari luar yang membuat Ibu stress. Beruntung ada gerakan seperti ini yang bisa membantu para ibu dalam memberikan asi untuk anaknya

    ReplyDelete
  7. Ini bener2 masa penting banget. Karena mood ngarih banget di debit asi. Semangat mengasihi

    ReplyDelete
  8. Selalu bangga sama ibu-ibu yang sangat memperjuangkan ASI-nya sampai titik darah penghabisan. Bukan berarti yang mama eping tidak berjuang, tapi memperjuangkan ASI meski rasanya berat itu benar-benar life changing

    ReplyDelete
  9. Salah satu bentuk nyata women support women. Masalah baby blues hingga kini masih banyak yang meremehkan. Semoga kegiatan ini menginspirasi orang sekitarnya.

    ReplyDelete
  10. Kepedulian drg Annisa ini jadi berdampak baik untuk sekitar, kayak dapat apresiasi, karena dukungan untuk ibu yang sedang meng-ASI-hi pastinya menjadi kekuatan untuk mereka

    ReplyDelete
  11. tetap sehat dan sukses selalu ya kak :D

    ReplyDelete